Jumat, 14 September 2012

Puisi, Pestisida


Pestisida

Pada kita…
Berdemensi sebuah rasa..
Mencoba saling telusuri cabangnya.
Selalu ada mutualisme yang terlahir.
Ketika kita coba saling memahami.

Sang Pengasih….
Anugerahi kita sepetak lahan.
Tuk jaga serumpun wangi.
Dari transparannya  bening hati.

Tak perlu terkolaborasi oleh siraman pestisida.
Karena ada segenggam serbuk pada bunganya.
Tuk sekedar  usir hama.

Telah tercipta buah.
Ketika kita menanam benihnya.
Atau tumbuh pohon-pohon sejuk.
Tanaman subur nan rindang.

Dan Tuhan….
Telah ciptakan waktu.
Ajarkan makna dari sirat ketulusan.

Alangkah indah dan bahagia..
Bagi setiap insan.
Mengukir makna tanpa pamrih.
Tulus dan ketulusan.
Bagi yang merasakan dan pemberi  rasa.

Tulus dan Ketulusan..
Seberapa lama kita mampu menjaganya?
Sedang  rumus-rumus itu selalu berlawanan.

Rasakanlah..
Bahwa tangan-tanganNya akan angkat hamba.
Yang senantiasa mensucikan makna tanpa harap.
Hanya terbias tulus mendalam.

Goresan Pemula: Urgensi Perbankan Syariah

Goresan Pemula: Urgensi Perbankan Syariah: Urgensi   Perbankan Syariah Perkembangan Sistem Perbankan Syariah. A.     Awal Kelahiran Sistem Perbankan Syariah Sejak awal ...

Sabtu, 08 September 2012

Puisi, Hitam Putih Ramadhan.


Hitam Putih Ramadhan.
Oleh : Rini Ariyanti

Ruangmu begitu putih untuk kealpaan manusia
Bukan sebuah altar.
Bukan pula warna singgahmu.
Di sana , ada sebuah kemuliaan
Lebih mulia dari seribu bulan.
Dari Tangan Tuhan Yang Maha Pengasih.
Bernaung dalam limpahan Pahala yang berlipat ganda.
Limpahan rizki yang mengalir.
Sandaran kesehatan tuk cipta amal ibadah.
Terukur dalam gelombang ruh-ruh keikhlasan.
Akan sebuah penghambaan dan kesadaran.
Tanpa ikhlas semua tersia.


Pada kepak burung layang-layang.
Mataku tercekat.
Mengkalkulasi rentetan hari dalam kalender.
Akan hitungan  hari yang telah terlewati.
Hitam atau putihkah?
Atas sebuah nama bulan
Terukir dalam kemuliaan,
Ramadhan namanya.

Ada hari nan lalai tanpa tersadar.
Ada hari nan indah tercipta dalam kesungguhan beribadah.
Kini,hari-hari itu  merangkak meninggalkan Ramadhan.
Memintal benang hari
Dan menyulamnya menjadi lembaran baru.

Pergantian matahari dan bulan mengajarkan makna.
Hitam atau putihkah?
Juga mengajarkan waktu.
Tipisnya antara kesempatan dan kesempitan.
Memaknai teras-teras beruangkan Ramadhan.
Akankah bertemu lagi di ruang ini?

Dalam kepekaan malam yang beranjak.
Satu episode telah pergi.                                                                                                 
Ramadhan perlahan usai.
Meski sisa sebuah Tanya.
Akankah kembali bersua Ramadhan?
Dalam hitam putih warnanya.

Puisi, Kerinduan Di Idul Fitri


Kerinduan Di Idul Fitri
Oleh : Rini Ariyanti
           
Masa berajut sebulan pun telah usai.
Hingga titik ujung Ramadhan itu.
Cipta hari  nan fitri.
Berbingkai jiwa ikhlas berkaca suci.
Berparaskan bersih wajah nan teduh.
Berkokohkan  iman dan taqwa.
Menyulam hari – hari berarti.
Ketika matahari terbangun dari tidurnya.
Hingga senja.


Terbayang Idhul Fitri lalu.
Berjama'ah sholat dengan keluarga ke masjid.
Mencium tangan-tangan ikhlas orang terkasih.
Dengan ciuman di pipi tanda sayang.
Peluk hangat yang menenangkan.
Kata-kata ungkapan maaf pun terlontar.
Doa-doapun beriring dalam lantunnya.

Ketupat yang tak pernah absen.
Selalu menghiasi meja makan.
Kuahnya yang menemani.
Dengan sambal menjadi penikmat rasa.
Masakan Rendang.
Opor ayam.
Berbagai kue kering dan kue basah.
Sebagai pengiring dalam nikmatnya idhul fitri.

Kini,aku terbangun dalam realita.
Telah kuinjakkan kakiku di negeri Kinanah ini.
Negeri para nabi katanya.
Dalam cahaya keperakan sungai nil.
Aku ungkapkan.
Hari ini.
Hari nan fitri.
Aku bukakan hatiku.
Tuk sebuah permintaan maaf dan memaafkan
Atas ucap yang keliru.
Sikap yang tak bersahabat.
Dan rentetan khilaf dan salah tak terhitungkan.
Dalam serpihan harap.
Beriring kebaikan untuk semua.

Menyapa kerinduan tak terkira
Mulut pun berucap.
Selamat idhul fitri Indonesia.
Mesir pun juga dalam pesonanya.
Menyibak tirai-tirai cinta.
Kasih.
Rindu.
Perjuangan.
Dalam fitrahnya.
Di pagi dan senja.kehidupan.

.




Rabu, 05 September 2012

Puisi, Bayangan


Bayangan

Hilang pada ujung pandangku….
Saat itu, luka mengangah..
Kepedihan kehilangan itu menyeruak..
Hingga kini tersisa

Dan malam ini…
Malam ini rindu mendayu..
Kerinduan yang bahkan bukan lagi bentuk kerinduan.
Hingga aku benar-benar merasa malu.
Sekedar  bertatap mata dengan langit.
Mengharap bayang itu tersenyum .
Dalam remang awan yang gelap.

Aku, hanya seorang hamba yang lemah.
Terkadang terjebak dalam hayal dan nyata.
Mengalir deras bersama rasa-rasa ceroboh.
Berkejaran bersama masa lalu.
Melukis masa depan dengan bayang-bayang.
Bayangan itu,….
Masih hadir di sini, di bilik hati.

Senin, 03 September 2012

Senja Di Depok


Senja Di Depok

Dari pelabuhan nyata ke ranjang mimpi
Terasa rindu melebihi luasnya bumi
Kuhitung detik dengan geletar bibir
Kupetik angka-angka dalam kalender
Hingga kurasa hamparan waktu di penghujung batas kerinduan

Walau payau hati melahap bijian rasa
Dan bayang dirimu menghilang di awal senja
Luka semakin menganga
Bulan serupa badai
Kapal-kapal berlayar tak sampai tujuan

Sementara aku termangu sendiri
Menatapi siluet senja yang merona indah
Bersama langit yang terbuka
Untuk rahasia-rahasia hidup dan mati

Dan…
Di rumahmu, lukaku semakin merah
Seperti darah yang mengalir tiada henti
Hingga Nampak sekujur tubuhku
Sungguh tak berdaya
Hanya kucurahkan doa pada Sang Kuasa
Dalam menggotong usia rinduku
Memaknai senja itu.

Kenangan


Kenangan

Molekul udara telah bergabung
Dengan senyapnya ruang
Kini aku beku
Oeh dinginnya tembok
Kebisingan berubah menjadi sesak
Yang berubah tangis
Biarkan aku tuk runtuhkan gelisah

Kakiku melangkah
Coba berpijak pada ranjau menyongsong
Waktu tak berkompromi
Mencipta ruang
Batas tak terbatas

Waktu memang cerdik
Biarkan rayap
Melahap dinding
Hingga yang tersisa
Hanya kenangan



Hamba yang hina dan lemah....
Rini Ariyanti...